MAUT, SEBUAH KENISCAYAAN  

Thursday, September 11, 2008

Oleh: Aini Aryani

Ia Yang Semakin Dekat...
Adalah waktu, sebuah bagian dari masa yang tak mungkin kembali lagi, meski sedetik, yang pada akhirnya akan membawa kita menuju sebuah keniscayaan bernama maut. Suatu hari, Imam Al Ghozali berkumpul bersama murid-muridnya, kemudian beliau bertanya. Pertama, "Apa yang paling jauh dari diri kita di dunia ini?" Murid-murid beliau menjawab dengan: negara Cina, bulan, matahari, dan bintang-bintang. Dengan bijak Imam Ghozali mengatakan bahwa semua jawaban yang mereka berikan adalah benar. Tapi yang paling benar adalah Masa Lalu. Bagaimanapun kita, apapun kendaraan kita, tetap kita tidak dapat kembali ke masa lalu, meski satu detik. Lalu Imam Ghozali meneruskan pertanyaan yang kedua, "Apa yang paling dekat dengan diri kita di dunia ini?" Diantara mereka ada yang menjawab dengan orang tua, guru, teman, dan kerabatnya. Sekali lagi, Imam Ghozali mengatakan bahwa jawaban mereka itu benar. Tetapi yang paling dekat dengan kita adalah "Mati". Sebab itu sudah merupakan janji Allah SWT bahwa setiap yang bernyawa pasti akan mati. “kullu nafsin dza`iqotul maut….”(Ali Imran:185).

Jika kita memperhatikan percakapan Imam Ghozali dengan para muridnya diatas, maka hal tersebut memiliki korelasi yang erat dengan penghitungan umur. Ibaratnya, kalau di tahun ini kita kebetulan terlahir ke dunia dua puluh satu tahun yang lalu, maka jatah umur kita telah berkurang sekitar sepertiganya, jika ukurannya adalah usia Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam. Berarti jatah umur yang tersisa tinggal kurang lebih dua pertiganya lagi. Demikian pula jika di tahun ini kita telah menapaki usia ke tiga puluh satu, maka jatah usia kita yang tertinggal adalah setengahnya lagi. Dalam sisa waktu itulah kita memiliki kesempatan untuk menambah “bekal” yang nantinya akan dibawa menuju kehidupan kedua yang tak ada ujungnya. Sebuah kehidupan yang abadi yang menuntut perbekalan sebanyak mungkin. Bekal yang harus manusia usahakan di kehidupan sebelumnya.

Semakin banyak bekal yang dibawa menuju kehidupan abadi tersebut, semakin banyak pula kesempatan untuk mendapatkan “tiket” menuju surgaNya. Namun dalam mendapatkan bekal tersebut, manusia diharuskan untuk mencarinya bersama hati yang didalamnya berisi keikhlasan. Karena, tidaklah Allah memerintahkan hamba-hambaNya untuk menunaikan ibadah, kecuali dilaksanakan dengan “rasa ikhlas”. Sebuah syarat yang tidak ringan, apalagi sepele, dalam mempersembahkan segenap ibadah kepadaNya, karena dalam melaksanakannya, manusia senantiasa dikelilingi oleh syaitan laknatullah yang selalu berusaha sekuat tenaga untuk membelokkan langkah manusia dari titian lurus menuju jalanNya.

Ia Yang Tak Terduga…
Sang Penggenggam seluruh jiwa telah menetapkan ukuran usia bagi setiap ciptaan-Nya yang bernyawa, hingga tak semua manusia memiliki ukuran usia seperti Rasulullah Sallallahu alaihi wasallam. Seorang putra dari Zaid bin Haritsah bernama Usamah bin Zaid menemui syahidnya pada usia yang belum mencapai dua puluh tahun. Demikian pula Chairil Anwar. Meski ia pernah berteriak, "Aku mau hidup seribu tahun lagi", dalam puisinya yang berjudul “Aku”, namun pada kenyataannya angka 50 pun tidak dicapainya karena Allah menentukan lain.

Kita juga mengenal Hasan Al-Banna yang ummat begitu berharap kiprah perjuangannya lebih lama dan buah pikirannya yang sudah begitu banyak masih bisa ditambah lagi. Artinya, ummat begitu berharap Allah memanjangkan umurnya agar kontribusi Sang Imam itu terus mengalir. Namun, lagi-lagi Allah berkehendak lain, ia pun tak sempat hidup lama jika -sekali lagi- ukurannya adalah usia Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam.

Mati adalah satu dari sekian rahasia Allah terhadap makhluk-Nya selain jodoh dan rizki. Kita memang tidak akan pernah tahu kapan sang ajal menghampiri, yang kita tahu pasti hanyalah bahwa ia tidak mungkin terlambat meski sedetik -apalagi lupa ataupun alpa- dari kewajibannya dari waktu yang sudah ditentukan untuk menjemput kita. Ia bisa datang setahun lagi, seminggu lagi, lusa, esok pagi saat matahari terbit, atau bahkan satu detik lagi. Semoga kita termasuk orang-orang yang mendapatkan RidhaNya juga kemudahan dalam mengisi “tas perbekalan” untuk dibawa menuju “pulau abadi”. Sehingga pada saatnya ia tiba, Izrail pun tersenyum saat menghampiri bahkan dengan bangga menghantarkan ruh ini ke hadapan Sang Khaliq. Amin. Ushikum Waiyyaya Nafsiy.[Nie]

*Tulisan diatas pernah dimuat dalam Buletin Al-Ahwal, buletin IKPM Putri cabang Pakistan edisi Tahun Baru 1427 Hijriyah.

AddThis Social Bookmark Button

Email this post


7 comments: to “ MAUT, SEBUAH KENISCAYAAN

 

Design by Amanda @ Blogger Buster