Dua Sisi yang Berbeda  

Monday, December 1, 2008

Oleh: Aini Aryani

Manusia memiliki jiwa yang diilhami dengan taqwa dan fujur. Sebuah peluang yang memungkinkan manusia memiliki ’bakat’ baik dan jahat. Adalah menjadi pilihan baginya untuk menentukan manakah diantara kedua hal itu yang akan mendominasi jiwanya.

”Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu jalan fujur (kefasikan) dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu. Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (As-Syams: 8-10).


Manusia adalah makhluk Allah yang unik dan memiliki banyak karunia dan kelebihan dibanding makhluk lainnya. Manusia diberi kedudukan paling istimewa dibanding makhluk lain di jagad raya ini, bahkan kedudukannya lebih mulia dibanding malaikat sekalipun. Itulah mengapa Allah memilih manusia untuk menjadi pemegang amanah sakral sebagai khalifah di bumi (Al-Baqarah: 30-34). Maka, masih adakah celah bagi kita untuk mendustakan semua nikmat ini?. (Fabiaayyi aala’i rabbikumaa tukadzibaan).

Adalah akal, salah satu karunia terbesar untuk manusia yang terletak di otak, tempat yang paling sentral dalam jasadnya. Dengan menggunakannya manusia dapat berfikir tentang banyak hal. Berfikirpun dapat membawa manusia pada dua arah yang berseberangan, yakni: ke arah lurus dan sesat.

Ketika manusia memilih jalan taqwa untuk jiwanya, maka ia akan menggunakan akalnya di jalan yang lurus untuk menyelami makna-makna penciptaan alam, langit dan bumi, pergantian siang dan malam, serta bukti lain dari keagungan Tuhan, agar ia benar-benar termasuk ulul albab atau orang-orang yang berakal (Ali-Imran: 190).

Dari situ, akan muncul keyakinan akan rahasia penciptaan dirinya, dimana ia diciptakan hanya untuk mengabdikan diri pada Sang Penciptanya (Ad-Dzariyat: 56). Walhasil, imannya akan bergerak ke level yang lebih tinggi, dimana ia menggunakan akalnya untuk menggerakkan raga supaya menjalankan ibadah, sebagai refleksi dari ketaannya.

Berbeda ketika ia memilih jalan fujur untuk jiwanya, maka ia akan membiarkan akalnya melanglang buana melalui jalan sesat, hingga muncullah pemikiran-pemikiran yang berseberangan dengan fitrah penciptaannya. Walhasil, imannya akan bergerak ke level yang lebih rendah seiring dengan munculnya titik noda dalam jiwanya. Itulah salah satu akibat yang muncul ketika akal digunakan tanpa pondasi agama.

Dari situ pula muncul perbedaan yang mencolok antara ilmu yang menjadi produk dari akal, dan agama yang hadir bersama iman. Ilmu adalah hiasan lahir, sedangkan agama adalah hiasan bathin. Ilmu mempercepat manusia sampai ke tujuan, agama menentukan arah yang dituju. Ilmu menyesuaikan manusia dengan lingkungannya, agama menyesuaikan manusia dengan jati dirinya. Ilmu memberi kekuatan dan menerangi jalan, agama memberi harapan dan dorongan. Ilmu tidak jarang mengeruhkan pikiran pemiliknya, sementara agama selalu menerangi jiwa dan pikiran pemiliknya.

Itulah mengapa mengapa ilmu yang tinggi tak selalu membuat pemiliknya mempunyai iman yang tinggi pula. Karena ilmu tidak menciptakan iman, ia hanya mendukung penguatan iman. Man izdada ilman wa lam yazdad hudan, lam yazdad minaLLAHi illa bu’dan: Seseorang yang bertambah ilmunya tanpa hidayah, akan membuat jarak semakin jauh antara dirinya dengan Allah. Karena akal yang berfikir tanpa diiringi hati yang beriman akan membawa pada kegersangan jiwa.
Ushiykum wa iyyaaya nafsiy. (ai)


*tulisan diatas pernah dimuat di Warna ISlam (http://www.warnaislam.com) dan di Era Muslim (http://www.eramuslim.net/?buka=show_main&id=89)

AddThis Social Bookmark Button

Email this post


4 comments: to “ Dua Sisi yang Berbeda

 

Design by Amanda @ Blogger Buster