Perempuan...
Wednesday, August 15, 2007
Oleh: Aini Aryani M.
“HUH…CUMA PEREMPUAN!!!”
Desau meremehkan yang sering didengarnya dari mulut makhluk jumawa bernama LAKI-LAKI. Underestimate. Ia benci…!!! “Aku bukan perempuan biasa. Aku mampu menyaingi makhluk-makhluk pongah itu,” ikrarnya dalam hati. Kenapa tidak???? Bahkan dirinya pernah menyingkirkan sejumlah laki-laki dalam sebuah olimpiade sains dunia.
Perempuan paro baya itu tersenyum mendapati pernyataan seorang Sosialis hebat, Friedrich Engels yang merujuk pada teori Marxis klasik bahwa perubahan status perempuan hanya dapat terjadi melalui revolusi sosialis, perempuan akan mencapai keadilan sejati jika urusan domestikasi diubah bentuk menjadi industri sosial, dan mendidik anak menjadi urusan publik.
Yeah...konsep ini yang ia cari. Ia tak suka melihat para wanita menjadi abdi suami mereka, menjadikan diri mereka kelas kedua dalam rumah sendiri, dan hanya bisa diam ketika posisinya ditempatkan dibelakang laki-laki. Lihat saja dalam ritual shalat bersama. “Uffhh....budak kontemporer yang tunduk pada si Pemasung kebebasan perempuan” desisnya. Ia heran, mengapa begitu banyak wanita yang malah menikmati itu semua.
Gamang menyelusup di ruang dalam hatinya, lalu bermimpi andai dirinya sehebat Mary Wollstonecraft (Amerika), Helene Cixous (Prancis), Julia Kristeva (Bulgaria), Fatimah Mernissi (Maroko), Taslima Nasreen (Bangladesh), Riffat Hassan (Pakistan), Ashgar Ali Engineer (India), Huda Sya’rawi (Mesir), Aminah Wadud Muhsin (Malaysia), atau Gadis Arivia (Indonesia). Tentulah ia dapat memangkas cara berpikir kaumnya. Paling tidak, agar mereka tak lagi menjadi budak laki-laki. Dirinya sanggup berada di garda terdepan demi mengusung Gender Equality, di segala bidang kalau perlu. Ya...di segala bidang, tanpa diskriminasi...!!
Peristiwa The Love Boat...
Berbagai eksperimen untuk membuktikan bahwa PRIA DAN WANITA SERATUS PERSEN SAMA telah menyebabkan banyak kerugian. Tahun 1997 pemerintah Inggris memberlakukan “Gender Free Approach” dalam merekrut tentaranya dan mengadakan ujian fisik yang sama kepada kadet pria dan wanita. Yang terjadi adalah tingkat cedera yang tinggi di kalangan kadet wanita. Dalam Perang Teluk, satu per 10 kru wanita Kapal Perang Amerika USS Acadia dikembalikan karena hamil di perjalanan menuju atau di medan perang, sementara jumlah tentara pria yang dikembalikan: Nol. Kapal itu kemudian diolok-olok sebagai The Love Boat.
Hiyyy...ia merinding. Ternyata fisik wanita dan pria memang tak sama kuat. Tapi baginya itu bukanlah sebuah excuse untuk menjastifikasi superioritas laki-laki atas kaumnya. Lalu kenapa wanita mau memasung hak dan freedom-nya demi laki-laki??? Apa yang mereka cari??? Mengapa Tuhan menetapkan peraturan yang begitu patriarkal??? Adakah laki-laki lebih mulia dihadapan-Nya karena alasan itu??? Jika ia, sungguh malang dirinya dengan kodrat sebagai wanita. Haruskah dirinya berpaling pada agama lain yang mungkin meninggikan derajad kaumnya???.....Jiwanya merintih. Menggugat Tuhan. Meragukan keyakinan.
Talmud (kitab aturan kehidupan pribadi & peribadatan Yahudi):
“Berbahagialah orang-orang yang mempunyai anak laki-laki, dan celakalah orang-orang yang mempunyai anak perempuan.”
Aristoteles (Filosuf Yunani):
“Kekuasaan orang-orang yang bebas terhadap para budak adalah salah satu bentuk hukum alam; demikian pula kekuasaan kaum lelaki atas kaum perempuan....”
Kitab-kitab landasan perundang-undangan Hindu:
“Budak, istri (wanita) dan hamba sahaya tidak boleh memiliki harta.” (Manu 8:46).
“Wanita dan binatang mesti ditekan dengan kekerasan.” (Ramayana).
“Dengan wanita tidak boleh dilakukan persahabatan, karena hati wanita adalah lubang srigala.” (Regweda).
John Chrysostom (Pendeta Kristiani):
“Karena wanitalah, setan memperoleh kemenangan dan karena itu pula surga menjadi hilang. Dari segala binatang buas, perempuanlah yang paling berbahaya.”
Carl Vogt (Penganut Paham Darwinisme):
“Dimanapun kita merasakan pendekatan terhadap jenis binatang, perempuan lebih dekat dengannya daripada laki-laki...Oleh sebab itu, kita akan menemukan lebih banyak kemiripan (menyerupai kera) jika kita mengambil wanita sebagai patokan.”
Perempuan itu merinding. Jiwanya bergetar. Geram. Hanya satu kata yang dapat mewakili perasaannya; “Biadab!!!”. Baginya, pandangan-pandangan itulah yang berporos budaya patriarki. Bahkan menganggap wanita sederajad dengan binatang. “Benar-benar inhuman,” pikirnya. Ternyata memang hanya agamanyalah yang memuliakan wanita.
Begitu banyak pelanggaran dalam islam yang hukumannya berupa membebaskan budak wanita. Begitu banyak pula adat-adat tak manusiawi yang dihapus oleh Islam, semacam Nikah ad-Dayzan , Nikah as-Syighār , Nikah al-Badal , Zawaj al-Istibdhā‘ , Nikah Mut’ah ,dll. Tidakkah itu artinya Islam datang dengan membawa kemuliaan bagi kaumnya??
Islam tidak memandang bahwa laki-laki lebih tinggi dihadapan Allah hanya karena menjadi kepala rumah tangga, imam atau berdiri di shaf depan wanita. Karena masing-masing tentunya mendapatkan ganjaran yang sama dalam melaksanakan tugas yang sudah dibagi-Nya. Yang menjadi patokan hanyalah satu: “Tingkat Takwa”, dan itu tak ada relasinya dengan gender. Siapapun mampu dan dipersilakan berlomba-lomba mencapainya.
Bagai salju di musim panas. Uraian tersebut sungguh menyejukkan hatinya. Menebas paradigma negatifnya hingga tumbang. Ya…kenapa ia baru menyadari itu semua di usianya yang setua ini. Hampir saja ia tergelincir ke jurang feminisme radikal. Padahal paham itu lahir dalam konteks sosio-historis khas di negara-negara Barat terutama abad XIX–XX M ketika wanita tertindas oleh sistem masyarakat liberal-kapitalistik yang cenderung eksploitatif. Sedangkan dirinya bukan bagian dari mereka.
Ah...sungguh beruntung menjadi seorang muslim/ah, memiliki budaya yang jauh beradab dari mereka yang mengaku beradab, tapi moral terbelakang. Buktinya....mereka menyamakan wanita dengan binatang, sementara mereka tak bisa hidup tanpa wanita.
Dalam remang, ia bersujud. Bersyukur Tuhan masih merengkuh hati dan otaknya. Man izdada ilman wa lam yazdad hudan, lam yazdad minaLLAHi illa bu’dan. Seseorang yang bertambah ilmunya tanpa hidayah, akan membuat jarak semakin jauh antara dirinya dengan Allah. Karena hati yang tak berdzikir adalah mati, sedangkan otak yang tak bertafakkur mendekati kufur. (Nie, Summer 2007))
Notes:
Nikah ad-Dayzan: bentuk nikah dimana anak sulung laki-laki dibolehkan menikahi janda mendiang ayahnya (ibu tiri).
Nikah as-Syighar: bentuk nikah dimana dua orang bapak/saudara laki-laki saling menyerahkan putrinya/saudari perempuannya masing-masing kepada satu sama lain untuk sama-sama dinikahinya tanpa mahar.
Nikah al-Badal: bentuk nikah dengan cara saling bertukar isteri hanya dengan kesepakatan kedua suami tanpa perlu membayar mahar.
Nikah Istibdha’: bentuk nikah dimana seorang suami boleh dengan paksa menyuruh isterinya untuk tidur dengan lelaki lain sampai hamil dan setelah hamil sang isteri dipaksa untuk kembali kepada suaminya semula, semata-mata karena mereka ingin mendapatkan bibit unggul dari orang lain yang dipandang mempunyai keistimewaan tertentu.
Nikah Mut’ah: bentuk nikah dimana masa penikahan hanya berlangsung sesuai perjanjian kedua belah pihak (semacam kawin kontrak)
*Tulisan diatas pernah dimuat di Buletin An-Nahdlah PCI-NU cabang Pakistan edisi Agustus 2007