KEMAMPUAN SISTEM DIPLOMASI IRAN  

Thursday, September 11, 2008

(Menyoal Politik Luar Negeri Iran Di Bawah Pemerintahan Ahmadinejad)

Oleh: Aini Aryani

Mahmoud Ahmadinejad merupakan seorang negarawan cerdas dari partai Islamic Society of Engineers yang lahir di Aradan Iran pada tanggal 28 Oktober 1956. Ia menjabat sebagai presiden Republik Islam Iran (RII) sejak 6 Agustus 2005. Pemimpin Iran tersebut memiliki keberanian luar biasa. Ia bahkan pernah menantang George W. Bush untuk berdebat secara terbuka dalam forum PBB.

Pengaruh Iran Di Timur Tengah
Tidak bisa dipungkiri, Iran di bawah kepemimpinan Mahmoud Ahmadinejad kini menjadi negara paling berpengaruh di Timur Tengah. Belum lagi, kemampuan nuklir Iran yang membuat negara-negara Barat ketar-ketir. Keberhasilan politik luar negeri Iran dalam dua tahun pertama masa pemerintahan Ahmadinejad dapat ditelusuri di kawasan Timur Tengah. Sistem diplomasi RII dengan memanfaatkan seluruh kemampuan yang dimiliki berhasil dalam aksi-aksinya di Irak, Afghanistan, Palestina, Lebanon dan juga Amerika Latin. Kemampuan diplomasi pemerintah Ahmadinejad mengubah RII menjadi salah satu negara terkuat di Timur Tengah.

Kemampuan Iran diakui oleh tokoh-tokoh Barat yang menasehati Gedung Putih agar tidak memandang sebelah mata peran dan posisi Iran di Timur Tengah. Perundingan segi tiga Baghdad menunjukkan posisi Iran sangat menentukan di peta politik Timur Tengah. Perundingan segi tiga terlaksana setelah permintaan resmi Amerika dan desakan pemerintah Irak. Satu hal yang menggembirakan, ketika Timur Tengah menjadi pusat konsentrasi tekanan politik dan militer Amerika dan sekutunya terhadap Iran, keberhasilan diplomasi Iran lebih mendominasi. Pejabat-pejabat tinggi Irak lebih menganggap Iran sebagai negara sahabat dan lebih dekat dengan mereka. Usaha Amerika untuk merusak hubungan ini selalu menemui jalan buntu.

Di kawasan Teluk Persia, politik luar negeri Iran yang aktif dan cerdas ditambah kunjungan Presiden Mahmud Ahmadinejad ke Arab Saudi dan Unit Emirat Arab memperkokoh hubungan Iran dan negara-negara di sekitar Teluk Persia. Pada saat yang sama, kunjungan pejabat-pejabat tinggi Amerika, khususnya Condoleeza Rice (Menteri Luar Negeri AS) dan Robert Gates (Menteri Pertahanan AS), gagal mengajak negara-negara Arab memusuhi Iran. Meski kedua menteri tersebut telah berusaha melobi negara-negara di kawasan Timur Tengah dengan mengobral pesawat-pesawat tempur, rudal dan senjata canggih lainnya, namun momen masih tidak berpihak pada mereka.

Di Afghanistan, Hamid Karzai, Presiden Aghanistan, membela hubungan mesra Iran dan Aghanistan. Pembelaannya disampaikan saat kunjungannya ke Amerika. Kalangan politisi dan media Barat menilai itu sebagai kemenangan lain diplomasi Iran di kawasan Timur Tengah.

Kebijakan politik luar negeri Iran di kawasan Timur Tengah dan seluruh negara-negara Islam berlandaskan upaya mewujudkan persatuan di dunia Islam. Kunjungan-kunjungan Presiden Ahmadinejad ke negara-negara seperti Suriah, Malaysia, Azerbaijan, Tajikistan, Qatar, Sudan, UEA dan Arab Saudi bertujuan mewujudkan persatuan negara-negara Islam.

Iran Dan Teknologi Bahan Bakar Nuklir
Menteri Luar Negeri Amerika, Condoleeza Rice, mengakui bahwa Iran adalah satu-satunya negara yang menjadi tantangan strategis penting bagi kepentingan AS di Timur Tengah. Menurut pakar politik Islam, Profesor Vali Nasr, AS menginginkan Iran menghentikan hal-hal yang menjadi kegundahan AS, yaitu dukungan Iran pada Hizbullah, dukungannya pada gerakan yang oleh AS disebut terorisme, menghentikan campur tangannya di Irak, dan yang terpenting adalah penghentian pengayaan uranium serta menghentikan program nuklirnya. Iran sangat menyadari hal itu, namun tetap ingin mempunyai hak untuk menentukan nasib mereka sendiri di masa depan. Bangsa Iran menginginkan independensi dan tidak ingin bangsa lain mengintervensi secara hegemonik apa yang menjadi hak mereka. Ahmadinejad pernah berkata, “Jika kita menyerahkan program nuklir kita, mereka akan meminta hak-hak kita. Jika kita menyerahkan hak-hak asasi manusia kita, mereka akan meminta hak-hak hewan”.

Presiden Iran tersebut juga berpendapat bahwa Barat khawatir bila Iran mampu meraih semua tujuan yang diinginkannya di bidang pemanfaatan damai energi nuklir, Iran akan menjadi simbol bagi seluruh negara berkembang. Masyarakat tertindas di dunia akan meniru apa yang telah dicapai oleh bangsa Iran dan akan mempermasalahkan otoritas monopoli sejumlah negara atas energi nuklir. Atas dasar ini, Amerika beserta sejumlah sekutunya di Eropa dan Rezim Zionis Israel mengerahkan segala kekuatannya untuk menghentikan program damai energi nuklir Iran.

Ketika memenuhi undangan forum debat di Universitas Columbia tahun 2007 lalu, Ahmadinejad menegaskan bahwa program nuklir Iran beroperasi dalam kerangka hukum dan di bawah pemeriksaan-pemeriksaan IAEA (International Atomic Energy Agency), serta sepenuhnya bersifat damai. Ia juga menyatakan bahwa Iran adalah sebuah negara yang telah menjadi anggota IAEA selama lebih dari 33 tahun. Hukum agensi itu dengan tegas dan eksplisit menyatakan bahwa semua negara anggota mempunyai hak untuk teknologi bahan bakar nuklir yang damai. Hukum itupun mengatakan bahwa tidak ada alasan atau dalih, bahkan pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan IAEA sendiri, yang dapat mencegah hak negara anggota untuk memiliki hak itu. Setelah melewati pemeriksaan berulang kali, laporan-laporan agensi itu menunjukkan bahwa aktivitas nuklir Iran bersifat damai, mereka tidak mendapati adanya suatu penyimpangan, dan bahwa mereka telah menerima kerja sama positif dari Iran. Laporan-laporan IAEA berulangkali secara tegas mengatakan bahwa Iran tidak terbukti menyimpang dari program nuklir damai.

Penutup
Ada dua hal yang membuat pemerintah Ahmadinejad memperkuat politik luar negerinya: tekanan dan serbuan yang luas dari hegemoni Barat dan peran vital energi nuklir dalam kemajuan dan pembangunan negara. Terlebih lagi, saat melihat keinginan kuat rakyat Iran untuk mendapatkan haknya memanfaatkan energi nuklir untuk pembangkit tenaga listriknya. Saat ini, kemampuan nuklir Iran berubah menjadi sebuah kekuatan diplomatik dalam politik luar negeri Iran dengan dunia internasional. Hal itu karena kemajuan pesat Iran di bidang ekonomi, budaya dan sosial ditambah sekarang Iran telah menjadi salah satu kekuatan nuklir dunia.

Saat ini, masalah nuklir Iran menjadi kekuatan diplomasi pemerintah Ahmadinejad. Iran tidak ingin menerima hubungan dengan kekuatan yang ingin mendikte. Iran menjalankan kebijakan politik luar negerinya secara cerdas dan realistis menghadapi sistem hegemoni dunia. Politik luar negeri dan hubungan internasional RII berlandaskan syariat Islam. Agama Islam menolak sistem hegemoni sejumlah negara yang sewenang-wenang. Islam mengajarkan perdamaian, keamanan dan kebahagiaan bagi seluruh umat manusia. Belajar dari pengalaman RII dalam menghadapi kelicikan tiga dekade terakhir hegemoni Barat yang dimotori oleh Amerika, dapat dikatakan bahwa dengan tawakal kepada Allah dan kepercayaan diri berdasarkan nilai-nilai Islam, pemerintah dan rakyat Iran akan dapat keluar sebagai pemenang.[]

Referensi:
-Prof. Vali Nasr: “Iran Ingin Kekuatannya Diakui dan Posisinya Setara dengan AS” (http://www.eramuslim.com/berita/bc2/6906162441)
-http://www.iranembassy.or.id/law_detail.php?idne=1239
-http://en.wikipedia.org/wiki/Mahmoud_ahmadinejad • http://www.adilnews.com/
-http://www.icc-jakarta.com

*Tulisan diatas pernah dimuat di Majalah IKPM cabang Pakistan, edisi Maret 2008

AddThis Social Bookmark Button

Email this post


 

Design by Amanda @ Blogger Buster