Pemegang Tongkat Estafet Amanah Bangsa  

Friday, November 9, 2007

Oleh: Aini Aryani

Generasi Muda dan Pendidikan
Pemuda adalah generasi penerus bangsa. Slogan tersebut sekilas memang terdengar ‘klise’. Namun keabsahan slogan ini tidak terbantahkan karena mau tidak mau, sanggup atau tidak sanggup, pemudalah yang akan menggantikan kedudukan generasi-generasi sebelumnya dalam membangun bangsa. Selain itu, pemuda sudah sepantasnyalah menjadi agent of change, pembawa perubahan, yang membawa bangsa menjadi lebih baik, lebih bersatu, lebih makmur, dan lebih madani.

Bisa dibilang, 'perahu' bangsa Indonesia hampir karam. Sudah terlalu sering gelar-gelar negatif dilekatan pada tanah dimana kita dan pendahulu dilahirkan. Mulai dari rendahnya SDM bangsa, tingginya tingkat korupsi, tingkat kemiskinan dan lain sebagainya. Untuk itulah generasi muda perlu kembali merefleksikan kehendak bersama yang sudah didengungkan pemuda bangsa sejak Oktober 1928 dahulu. Berikut penulis paparkan beberapa pendapat mengenai bagaimana semestinya peran generasi muda dalam membangun dan mencerdaskan bangsa:

Hendaknya generasi muda mengawali pendidikan sebagai modal dasar, disiplin, kejujuran, dedikasi, kemauan untuk bekerja keras, berwawasan luar, membuka diri, melihat dunia luas, tapi tetap punya kepribadian. (Endang Trisnowati, Protokol Konsuler KBRI Islamabad).

Being citizen of a country, young generation have three basic responsibilities:
1. Understanding the religion, Allah’s demand and fulfill it.
2. Should be loyal to the country, improve the condition.
3. To excel in the field of knowledge according to what they were studying. In other word, the right person should be in the right profession.
(Dr. Ateequzafar Khan, Dean of International Institute of Islamic Economics IIUI Pakistan)

Bangsa akan maju secara umum jika dalam generasi bangsa tersebut ada kesadaran tanpa terjadinya Generation Gape. Generasi muda harus dilibatkan dalam segala bidang baik dalam birokrasi dan bidang-bidang lainnya, juga harus dibekali pengalaman serta diberi arahan atau ancer-ancer untuk melihat kesempatan. (Andre Norman, MA., Kepala Fungsi Ekonomi KBRI Islamabad)

Dari beberapa pandangan diatas, terlihat adanya korelasi erat antara pemuda dan pendidikan. Seorang tokoh pembaharu Perancis bernama Jean Jaqques Rosseau menyatakan bahwa semua yang kita butuhkan dan semua kekurangan kita waktu lahir, hanya akan kita penuhi melalui pendidikan. Aristoteles, seorang ahli filsafat Yunani kuno juga berpendapat bahwa perbaikan masyarakat hanya dapat dilakukan dengan terlebih dahulu meperbaiki sistem pendidikan. Tidak ketinggalan pula Van de venter, tokoh politik ETIS atau balas budi yang menjadi tonggak awal perkembangan munculnya golongan terpelajar Indonesia juga mengatakan bahwa pendidikan yang diberikan kepada rakyat pribumi, akan dapat merubah nasib pribumi. Bahkan jauh-jauh sebelumnya, kanjeng nabi Muhammad SAW, sang revolusioner sejati yang menempati urutan nomor satu dalam 100 tokoh berpengaruh dunia versi Michael Heart, telah bersabda bahwa menuntut ilmu adalah suatu kewajiban bagi seluruh muslim/muslimah. Dan yang paling pantas menyandang kewajiban tersebut adalah generasi muda, karena mereka yang memiliki kesempatan lebih banyak untuk menuntutnya, dan kelak dipundak merekalah amanah agama, bangsa dan umat dibebankan.

Generasi Muda dan Bangsa
Pemuda dan termasuk di dalamnya mahasiswa kadang memang memiliki kekuatan yang sering tidak terduga. Sejarah membuktikan, perubahan bangsa banyak dimulai oleh gerakan kepemudaan dan mahasiswa. Gerakan pemuda dan mahasiswa Argentina (1955) misalnya, berhasil meluluhlantakkan kekuasaan diktator Juan Veron. Gerakan pemuda dan mahasiswa Kuba (1957) juga berhasil menghancurkan diktator Batista. Keberhasilan itu juga tercermin pada gerakan reformasi pemuda dan mahasiswa Indonesia (1998).

Bahkan, kemerdekaan Indonesia diraih dengan semangat kepemudaan yang tinggi, dilakukan oleh orang-orang muda yang progresif, dinamis, berani dan heroik. Modal inilah yang telah menjadikan bangsa ini dapat meraih kemerdekaannya, karena tanpa itu semua, mungkin proklamasi kemerdekaan sulit terwujud.

Konklusi
Generasi muda adalah aset termahal bangsa, sedangkan ilmu pengetahuan, keterampilan dan pendidikan merupakan unsur dasar yang akan menentukan kecekatan mereka dalam berpikir tentang dirinya dan lingkungannya. Seseorang yang mampu mengubah dirinya menjadi lebih baik diharapkan mampu mengubah keluarganya, kelak mengubah daerahnya dan kemudian mengubah negaranya serta mengubah dunia dimana dia hidup. Seseorang memiliki eksistensi tentang arti penting dirinya dan kehidupan yang diberikan Tuhan bagi dia dan sangat disayangkan jika itu berbuah dalam kesia-siaan.

Benarlah apa yang dinyatakan seorang bijak:
Give a man a fish, and you will feed him for a meal.
But teach a man how to fish, and you will feed him for life.


Kata bijak yang sangat menggugah yang berarti “Berikan pada seseorang seekor ikan, maka kamu memberinya hanya sekali makan. Tapi ajarilah seseorang untuk memancing, maka kamu telah memberi dia makan seumur hidupnya”. Suatu ungkapan yang boleh diberi acungan jempol. Dalam ungkapan itu tersimpan makna untuk memanusiakan manusia agar ia menjadi manusia, memberdayakan, mendidik, melatih, memberi pengetahuan dan keterampilan agar kelak ia yang memberdayakan dan bertanggungjawab pada dirinya, kehidupannya serta masa depan diri dan bangsanya.[]

NB: Tulisan diatas pernah dimuat di buletin KUNTUM, suplemen Majalah IKPM edisi November 2007 yang diterbitkan oleh organisasi para alumni Gontor di Pakistan.

AddThis Social Bookmark Button

Email this post


8 comments: to “ Pemegang Tongkat Estafet Amanah Bangsa

  • Syams Ideris
    November 12, 2007 at 7:30 PM  

    Pemuda merupakan generasi harapan bangsa, saya sangat setuju dengan tulisan ukhti Aini yang memandang penting pendidikan sebagai kunci kebangkitan dan kemajuan pemuda Indonesia.

    Tapi, saya sebagai seoran guru di Indonesia, merasa bahwa sistem pendidikan formal di Indonesia saat ini hanya akan membawa kepada sekularisasi bangsa.

    Bayangkan, pendidikan agama Islam cuma diberi porsi waktu 2 jam pelajaran dalam seminggu.(dari 42 jam pelajaran perminggu). Selama saya duduk di bangku pendidikan formal, apa yang telah diajarkan guru agama Islam tidak dapat membangkitkan semangat ke-Islaman saya. Hanya sekedar sedikit fikih dan sejarah Islam.

    Kalau mau melihat pendidikan formal di Indonesia sekarang, sudah hampir mirip dengan pendidikan ala barat. Pacaran, pakaian seksi, pergaulan bebas, guru dianggap rendah, rambut di cat warna=warni, hura-hura (tentu saja masih ada yang baik-baik saja tapi itu tidak mewakili generasi muda yang ada pada umumnya).

    Akhirnya saya sebagai guru pemerintah, berada pada persimpangan jalan dalam memilih. Apakah tetap menjadi guru pemerintah dengan sistem pendidikan sekuler, atau berhenti jadi guru pemerintah dan mengajar di madrasah non pemerintah yang lebih islami?

  • Anonymous
    November 18, 2007 at 5:20 PM  

    'lam kenal, semoga Aini, dapat memegang "tongkat"nya degan baik :)

  • Anonymous
    November 21, 2007 at 3:34 AM  

    Ehm...I grew up in the western style of education. And it's OK there is no distinction between secular (profane) and sacred. Both are intermingled. I do agree that only through education we will develop our potentiality. One thing that we forget, the need of identity. Look at all modern countries they usually have a very strong identity (India, China, South Korea and Japan). In terms of Indonesia the question is how to be "real Indonesian". Thanks!

  • itsme231019
    November 24, 2007 at 2:22 AM  

    Salam. Mba Aini, semoga Mba dalam kondisi tetap sehat, bergerak dan berkarya. Saya sepakat bahwa Pemuda adalah Pemimpin masa depan, Rijalul Gad, atau Tommorrow Leader. Tentu saja pendidikan adalah prosesnya. namun kita perlu bertanya, kenapa sih negri indonesia melulu terpuruk dengan berbagai stigma menumpuk pada dirinya. Menurut apa yang saya rasakan waktu saya masih SD dan SMP, rasa-rasanya sistem pembelajaranya terlampau teacher centered. hasilnya, terlahirlah generasi yang pasif, mudah terbawa arus dan gak punya kepribadian. menarik juga mencermati sekularisasi pendidikan. saya pikir, sekularisai yang saya maksudkan adalah apa-apa yang kita pelajari harus berdasarkan perspektif ilmiah dan bukan keimanan, karena keimanan gak bisa dibuktikan. maka dalam hal ini, sekularisasi menjadi penting. adapun banyak pelajar yang hedon, bisanya cuma pacaran, gak respek sama guru, adalah persoalan pendidikan moral. tentu saja, ini bukan saja tugas guru, tapi juga keluarga dan lingkungan secara keseluruhan. prilaku bahwa ada pelajar yang kasar, gak respek pada guru, bukan karena pelajaran agama tidak diajarkan, melainkan pelajaran agama yang jejalkan kepada otak siswa lewat hapalan mati. ini tentu saja terkait dengan bagaimana mendidik dengan baik, bukan sekadar mengajar. saya pikir demikian. thanks.
    saya ahmad alumi gontor 99

  • Admin
    November 29, 2007 at 2:45 PM  

    yup, memang rumit berfikir tentang anak muda sekarang ini, mereka jarang sekali sadar akan agama, mereka enggan berfikir tentang gimana mereka bisa meneruskan perjuangan bangsa, apa lagi pejuangan islam, yang ada di kebanyakan pikiran mereka apa yang dapat kita berikan untuk besok, hanya berorientasi pada duniawi saja. berfoya-foya itulah remaja.

  • Anonymous
    December 13, 2007 at 10:22 AM  

    Ass.ww,

    Bersiaplah, agar kita layak untuk memegang amanah tongkat estafet berikutnya.

    Wass
    Kakanda

  • Abimanyu
    December 16, 2007 at 1:06 AM  

    hm.. saya emang masih muda sih..
    masih belasan taun..
    masa2 paling rock n roll.. yeah!!
    masa2 mengembangkan otak..
    masa2 memperkuat badan..
    masa2 sekolah!! hiks666..

  • Bambang Aroengbinang
    December 23, 2007 at 4:19 AM  

    generasi muda dan generasi tua sam-sama pentingnya, yg muda akan memiliki masa depan dan memberi warna padanya, yg tua memiliki kekuasaan hari ini untuk membuat kehidupan hari ini menjadi lebih baik. salam :)

 

Design by Amanda @ Blogger Buster